Wednesday, May 21, 2008

Trimurti dan Ali Sadikin

Minggu ini, Indonesia kehilangan dua tokoh yang sangat penting di masa lalu. Trimurti dan Ali Sadikin telah berpulang, Trimurti pada usia 96 tahun, dan Ali Sadikin pada usia 81 tahun.

Trimurti adalah istri dari Sayuti Melik, seorang yang dikenal sebagai pengetik naskah proklamasi pada Agustus 1945, tepat sebelum hari kemerdekaan Indonesia. Trimurti dilahirkan di Solo tanggal 11 Mei 1912, menikah pada tahun 1938 dan bercerai tahun 1969. Ia memiliki dua orang putra Moesafir Karma Boediman (MK Boediman) dan Heru Baskoro. Semasa Orde Lama, beliau pernah menjadi Menteri Perburuhan pertama pada zaman Bung Karno. Ia pernah merasakan penjara pada zaman Belanda, hingga melahirkan pun, di lorong penjara. Beliau pernah aktif dibidang jurnalistik, dan aktif pula dalam pergerakan nasional. Ia juga adalah tokoh pergerakan wanita, dan pelopor dalam Gerwani sekitar tahun 60an. Ia juga sering melayangkan kritik pada pemerintah, dan memberi masukan kepada penguasa di Indonesia.

Ali Sadikin (lahir di Sumedang, Jawa Barat pada 7 Juli 1927; meninggal di Singapura, 20 Mei 2008[1]) adalah seorang letnan jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966 hingga tahun 1977. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno. Ali Sadikin menjadi gubernur yang sangat merakyat dan dicintai rakyatnya. Karena itu ia disapa akrab oleh penduduk kota Jakarta dengan panggilan Bang Ali sementara istrinya, Ny. Nani Sadikin, seorang dokter gigi, disapa Mpok Nani.

Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikiran Bang Ali, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet, dll. Bang Ali juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi, dsb.

Salah satu kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun kompleks Kramat Tunggak sebagai lokalisasi pelacuran. Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta. Sehingga banyak yang mengatakan bahwa Jakarta adalah hasil jerih payah dari para pelacur yang dahulu "diberdayakan" oleh Bang ALi.

Begitu banyak hal yang telah dilakukan kedua pahlawan kita dalam masa dahulu hingga akhir hayatnya. Saya hanya bisa berkata terima kasih, dan semoga keluarga yang ditinggalkan oleh beliau-beliau ini tabah.

No comments: